di sini sendiri diteriaki waktu
ragaku serasa layu
ditempa kenikmatan sesaat yang ku dapat dari sudut matamu,
senyummu menjadi kunang-kunang dalam kepalaku
rambutmu jadi nada jalanku
wajahmu...ah...
sungguh kau terlalu menusuk sukmaku,
aku coba berbicara pada nurani tapi ia malah tertawa dan menjerit. katanya" aku pun sebenarnya ingin lari,tapi dia terlanjur disunting matamu..."
Bulan Terang, aku terlalu kelam untukmu???
aku mau menerobos tabir ini, tapi kau dah lari senyum sendiri...
Dikala malam memang kita lebih nikmat dan elok bercanda dengan bulan. Memang sangat risau dan mendebarkan manakala bulan itu pergi ke balik tabir gelapnya awan. Apalagi kita sudah sedemikian terlanjur tergoda dengan wajah bulan itu. Risau memang.
BalasHapusPuisi ini sudah bagus tetapi jika lebih dikemas dengan beberapa diksi dan metafor yang kreatif maka puisi ini nampak senyumnya sebagai mana bulan itu. Salam sastra.